Jumat, 25 Desember 2015

Those Days

"Capek Buu, boleh pinjam pahanya buat tidur?"

"Difikiran saya cuma ada nama kamu, Buu."

"Ciee yang dinyanyiin lagu Kurayu Bidadari, ngerasa kayak bidadari ya."

"Nggak perlu alasan buat saya sayang sama kamu Buu."

To go back to those days, what I have to sacrifice?
To hold you in my arms again, what I have to give up?
To have your lips pressed against my temple again, what I have to surrender?


Things About You



"I hate the way you're always right."
To those many times we argue just to find out that I was the wrong one.

"I hate it when you lie." 
To that time when you lie to me about where you were.

"I hate it when you make me laugh. even worse when you make me cry." 
On that day that you makes me feel that everything between us was okay then break my heart into pieces and leave me crying by my self.

"I hate it when you're not around, and the fact that you didn't call."
To those day I spend waiting for the chance to make up the second chance I ruined.

"But mostly I hate the way I don't hate you. Not even close, not even a little bit, not even at all."
Not even once, even after 537 days we spend without contacting each other.

Which One?

Malam ini, nggak ada kerjaan dan akhirnya buka-buka chat lama dengan orang itu dan menangis, lagi.
Bodoh ya? Menyakiti diri berkali-kali untuk orang yang bahkan sudah tidak lagi perduli. Tapi meskipun menyakitkan saya masih merindukan dia, setiap hari. Berharap bisa kembali ke kami yang dulu, kami yang bahagia, yang saling mencintai.

Tapi seberapa ingin pun, semuanya sudah tidak lagi bisa kembali seperti dulu kan? Kami sudah bukan dua orang itu lagi. Dia susah berubah, saya juga. Saya tidak tau berapa banyak karena saya hanya melihatnya dari yang dikatakan (atau dipost) orang-orang. 

Seorang teman pernah bilang;
"Kamu mau balikan sama dia memang karena suka atau cuma menyesal?"

Pertanyaan itu membuat saya berfikir banyak. 
Saya sayang orang itu, tapi apakah nanti jika kami bersama lagi saya masih akan menyayanginya? Dengan segala perubahannya?

Atau apakah saya harus berhenti mencintai orang itu dan mengikhlaskan saja semuanya?

Yang mana yang lebih baik?

Minggu, 01 November 2015

Es Pisang Ijo and Promise We Never Fulfil

Es Pisang Ijo


Everytime I walk passed places that sell that food, I can't help but to think about you and wonder if you still remember the promise we made that night that we never fulfill.


I still remember that night as if it happen yesterday. We have just ate together when we ride pass a place that sell Es Pisang Ijo and I ask you what is it since I never heard nor eat it before. Then you said you too, have never eaten Es Pisang Ijo before and said that we have to eat it sometimes. Both of us.
But in the end, we never tried it aren't we?

Up until now, sometimes I still wonder if you have eat it already. I still haven't eat it yet, I'm still waiting for you to eat it with me, to fulfill our promise.
Sometimes in the near future maybe? :)


Sepotong Hati yang Baru


"Ada seseorang dalam hidupmu yang ketika ia pergi, maka ia juga membawa sepotong hatimu." -Sepotong Hati yang Baru by Tere Liye

Kalimat ini baru saya temunkan di timeline LINE saya tadi. Dan kata-kata ini lumayan tepat menggambarkan tentang perasaan saya dengan orang itu.
Sudah 1 tahun 4 bulan tepatnya sejak dia pergi membawa sepotong hati saya. Dan saya tidak pernah sama lagi.

Sudah banyak orang yang saya coba cintai lagi, berkali-kali. Tapi semuanya hanyalah pengalihan sementara. Di malam-malam dimana kantuk menolak muncul, lagi-lagi orang itu kembali di pikiran saya, menyiksa saya dengan kenangan-kenangan yang tidak akan pernah bisa terulang  lagi. Lagi-lagi membuat saya sesak hingga menangis pun sudah tidak lagi bisa.

Sudah lebih dari satu tahun dan saya masih juga belum bisa menemukan sepotong hati yang baru, yang bisa melengkapi saya seperti dulu lagi, sebelum bertemu dengan orang itu.

It feels like I've been torn up so badly I can't never be whole again.

Salah sayalah waktu itu dengan naifnya melepaskan dia. Dia pergi dengan hati saya, dan saya tertinggal dengan begitu banyak penyesalan yang tak lagi berarti.

Tapi apakah masih boleh berharap untuk kesempatan ketiga? Saya bahkan tidak yakin kesempatan ketiga itu ada, tapi saya masih menunggu. Menunggu orang itu kembali dengan sepotong hati saya dan senyum yang bisa membuat saya jatuh cinta. Lagi dan lagi,